II. IKAN PEDA
2.1. Tujuan
Tujuan dari praktikum
pembuatan Ikan Peda adalah sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui proses pembuatan Ikan Peda; dan
2.
Untuk mengetahui kualitas dari
Ikan Peda dengan melakukan pengujian secara organoleptik.
2.2. Tinjauan Pustaka
Menurut Desniar, dkk (2009), salah satu teknik pengolahan ikan secara tradisional
adalah fermentasi. Peda adalah salah satu produk fermentasi yang tidak
dikeringkan lebih lanjut, melainkan dibiarkan setengah basah, sehingga proses
fermentasi tetap berlangsung. Umumnya proses fermentasi peda adalah fermentasi
secara spontan, dimana dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam
bentuk starter, tetapi mikroba yang berperan aktif dalam proses
fermentasi berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya yang
dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Fermentasi ikan secara spontan umumnya
menggunakan garam dengan konsentrasi tinggi untuk menyeleksi mikroba tertentu
dan menghambat pertumbuhan mikroba yang menyebabkan kebusukan sehingga hanya
mikroba tahan garam yang hidup ditambahkan oleh Fardiaz (1992), sedangkan
fermentasi tidak spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya
ditambahkan mikroba dalam bentuk kultur atau stater dimana mikroba tersebut
akan berkembang biak dan aktif dalam mengubah bahan yang akan difermentasi
menjadi produk yang diinginkan.
Menurut
Adawyah (2007), peda merupakan produk fermentasi dengan bahan baku ikan. Cara
pengolahan ikan peda sangat bervariasi. Walaupun demikian, pembuatan ikan peda
mempunyai fermentasi penggunaan bahan tambahan garam dan dilakukan secara
tradisional. Tahap-tahap pengolahan ikan peda antara lain adanya sortasi
terhadap bahan baku, proses penggaraman, fermentasi, dan pematangan.
Menurut Hudaya (1983), fermentasi merupakan proses
perubahan kimia dalam substrat organik oleh adanya biokatalisator yaitu enzim
yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme tertentu. Tanpa adanya kontak antara
mikroorganisme dengan substrat organik, fermentasi tidak mungkin terjadi.
Akibat adanya kontak ini, maka dalam substrat terjadi perubahan sifat baik
sifat fisik maupun sifat kimia. Perubahan tersebut antara lain terjadi
perubahan penampakan dan citarasa. Perubahan sifat yang terjadi disebabkan
adanya penguraian zat-zat yang terkandung di dalam substrat tersebut.
Menurut Rahayu, dkk
(1992), fermentasi ikan dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu:
- Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya dalam pembuatan peda dan kecap ikan.
- Fermentasi menggunakan asam organik, misalnya dalam pembuatan silase dengan cara menambahkan garam-garam propionat dan formiat.
- Fermentasi dengan menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam pembuatan silase ikan menggunakan asam-asam kuat.
- Fermentasi menggunakan asam laktat misalnya dalam pembuatan bekasem dan chaoteri.
2.3. Materi dan Metode
2.3.1. Materi
a.
alat
Alat yang digunakan dalam materi praktikum pembuatan
Ikan Peda adalah sebagai berikut :
Tabel .
Alat yang digunakan dalam Materi Praktikum Pembuatan Ikan Peda.
No.
|
Nama Alat
|
Ketelitian
|
Kegunaan
|
1.
|
Timbangan elektrik
|
0,001 gr
|
Untuk menimbang sampel
|
2.
|
Besek
|
-
|
Untuk tempat menyimpan sampel
|
3.
|
Piring plastik
|
-
|
Untuk wadah sampel
|
4.
|
Daun pisang kering
|
-
|
Untuk membungkus sampel
|
5.
|
Baskom
|
-
|
Untuk tempat membuat larutan garam
|
6.
|
pH meter
|
0,01
|
Untuk mengukur pH ikan
|
7.
8.
|
Scoresheet organoleptik
Plastik
|
-
-
|
Untuk menguji ikan secara organoleptik
Untuk alas besek
|
b.
bahan
Bahan yang digunakan dalam materi praktikum pembutan Ikan
Peda adalah sebagai berikut :
Tabel . Bahan yang digunakan dalam
Pembuatan Ikan Peda.
No
|
Nama Bahan
|
Jumlah
|
Kegunaan
|
1.
|
Ikan Kembung (Rastrelliger
sp.)
|
99 gram
|
Sebagai sampel
|
2.
|
Garam
|
297 gram
|
Sebagai penambah rasa
|
3.
|
Aquadest
|
100 ml
|
Sebagai pelarut garam
|
2.3.2. Metode
|
Gambar . Diagram Alur Proses Pembuatan Ikan Peda
2.4. Hasil dan Pembahasan
2.4.1. Hasil
Hasil yang
diperoleh dalam materi praktikum adalah pembuatan Ikan Peda sebagai berikut :
Tabel .Nilai pH Ikan Kembung (Rastrelliger
sp.)
No
|
Perlakuan
|
Nilai
pH
|
Berat
|
1.
2.
|
Ikan Kembung (Rastrelliger
sp.) setelah difermentasi
selama 2 hari
Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) setelah difermentasi selama 6 hari
|
6,82
6,6
|
64 gr
63 gr
|
Tabel .Hasil Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger
sp.)
No
|
Sampel
|
Selang
Kepercayaan
|
Kesimpulan
|
1
|
Ikan Kembung
(Rastrelliger sp.) segar
|
7,94 8,28
|
layak untuk dikonsumsi
|
2
|
Ikan Kembung
(Rastrelliger sp.) fermentasi 2 hari
|
7,86 8,19
|
layak untuk dikonsumsi
|
3
|
Ikan Kembung
(Rastrelliger sp.) fermentasi 4 hari
|
7,62 7,98
|
layak untuk dikonsumsi
|
4
|
Ikan Kembung
(Restrelliger sp.) fermentasi 6 hari
|
7,67 7,87
|
layak untuk dikonsumsi
|
Tabel .Hasil Deskripsi Ikan Kembung (Rasrelliger sp.) Selama Fermentasi
No
|
Perlakuan
|
Kenampakan
|
Warna
|
Tekstur
|
Aroma
|
1.
2.
|
Simpan 2 hari
Simpan 6 hari
|
Utuh
Utuh
|
Cerah
Cerah
|
Keras
Keras
|
Spesifik
ikan peda
Spesifik
ikan peda
|
2.4.2. Pembahasan
Peda merupakan
salah satu produk fermentasi tradisional yang berbahan dasar hasil perikanan, ikan
khususnya. Pengolahan fermentasi secara tradisional ini dimaksudkan untuk
memanfaatkan hasil-hasil perikanan yang berlimpah jumlahnya. Menurut
terminologi FAO dalam Heruwati
(2002), ikan olahan tradisional, atau “cured fish” adalah produk yang diolah
secara sederhana dan umumnya dilakukan pada skala industri rumah tangga. Jenis
olahan yang termasuk produk olahan tradisional ini adalah ikan kering atau ikan
asin kering, ikan pindang, ikan asap, serta produk fermentasi yaitu kecap,
peda, terasi, dan sejenisnya.
Sampel yang digunakan pada praktikum materi pembuatan
ikan peda adalah ikan Kembung (Restrelliger sp.). Sebelum dibuat menjadi ikan peda, ikan terlebih dahulu diuji
organoleptik. Didapatkan nilai organoleptik dengan selang kepercayaan sebesar 7,94 8,28 sehingga ikan Kembung tersebut layak untuk dikonsumsi. Langkah selanjutnya
dilakukan penyiangan, pada saat penyiangan hanya dibuang sirip-siripnya saja,
isi perut tidak di buang karena di dalam isi perut terdapat enzim proteolitik
yang terdapat dalam jaringan tubuh ikan terutama terdapat dalam saluran pencernaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Adawyah (2007), yaitu enzim proteolitik yang terdapat dalam jaringan tubuh ikan
terutama terdapat dalam saluran pencernaan, yaitu bagian pilorik caecum
dan lender usus. Pada pembuatan peda apabila bagian-bagian tersebut dihilangkan
maka kandungan enzim proteolitik dari jaringan ikan jauh berkurang dan yang
banyak aktif adalah enzim dari aktivitas mikroba. Enzim proteolitik dari
bakteri terutama dihasilkan oleh bakteri yang bersifat halofilik.
Setelah diuji organoleptik, ikan dicuci untuk
menghilangkan sisa-sisa lendir dan darah yang dapat mengakibatkan pembusukan
selama fermentasi. Setelah itu ikan diberi garam dengan perbandingan 3 : 1,
yaitu 297 : 99. Menurut Afrianto dan Liviawati (2005),
penambahan garam yang digunakan berkisar antara 20-30 % dari berat total ikan
yang diolah, bertujuan untuk mencegah penyusupan bakteri pembusuk atau lalat
yang ingin bertelur. Secara garis besar, selama proses penggaraman berlangsung
terjadi penetrasi garam dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari dalam tubuh
ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Ikan yang telah mengalami proses penggaraman
sesuai dengan prinsip yang berlaku akan mempunyai daya simpan yang tinggi
karena garam dapat berfungsi menghambat atau menghentikan sama sekali reaksi
autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan.
Ikan peda setelah perlakuan penggaraman, disimpan dalam
besek yang telah dilapisi plastik dan daun pisang selanjutnya dilakukan proses
fermentasi selama 2 hari. Penggunaan besek untuk wadah fermentasi ini dapat
mendukung berlangsungnya proses fermentasi karena besek memiliki pori-pori. Menurut
Santoso (1999), keranjang atau besek terdapat pori-pori yang memungkinkan
terjadinya sirkulasi udara yang baik. Dengan demikian, mikroba fermentasi dapat
hidup dan beraktivitas dengan baik
Ikan yang telah difermentasi selama 2 hari tersebut
selanjutnya dicuci dengan larutan garam 10%, dan ditiriskan. Tujuan dicuci
dengan larutan garam yaitu untuk menghilangkan sisa-sisa garam yang terdapat
pada ubuh ikan selama proses fermentasi berlangsung. Selanjutnya ikan ditimbang
beratnya dan dilakukan uji pH. Hasil yang diperoleh dari penimbangan berat 2
ekor ikan yaitu sebesar 64 gram dan hasil yang diperoleh dari pengujian pH
yaitu sebesar 6,82. Menurut Rahayu dalam Wijatur
(2007), penurunan pH disebabkan oleh menumpuknya asam laktat dari penguraian
glikogen (glikolisis). Penurunan pH dapat menekan aktivitas mikroba sehingga
memperlambat proses pembusukan.
Secara garis besar, selama proses penggaraman
berlangsung terjadi penetrasi garam dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari
dalam tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Ikan yang telah mengalami
proses penggaraman sesuai dengan prinsip yang berlaku akan mempunyai daya
simpan yang tinggi karena garam dapat berfungsi menghambat atau menghentikan
sama sekali reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat dalam tubuh
ikan. Menurut Hadiwiyoto (1993), bakteri yang tumbuh selama proses fermentasi
adalah bakteri fakultatif anaerob, artinya bakteri tersebut selama
pertumbuhannya tidak memerlukan adanya oksigen namun masih dapat bertoleransi
apabila dalam pertumbuhannya masih terdapat sedikit oksigen.
Langkah selanjutnya setelah dilakukan fermentasi yaitu
pengamatan ikan selama 6 hari kedepan. Hasil yang dipoleh yaitu ikan memiliki bau
seperti ikan asin, teksur keras dan kering, kenampakan cerah dan warna daging
kecoklatan, tidak terdapat jamur maupun kapang. Menurut Afrianto dan Liviawati
(1989), Proses fermentasi yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dan
proses autolisis oleh enzim-enzim pencernaan tetap berlangsung. Karena terjadi
proses fermentasi dan autolisis pada daging ikan yang membentuk asam propionat,
ikan peda yang dihasilkan beraroma khas. Ikan peda mempunyai rasa yang khusus
yang sangat disukai oleh konsumen dan dagingnya berwarna kecoklat-coklatan
akibat proses oksidasi terhadap lemak yang terdapat dalam tubuh ikan.
2.5.
Kesimpulan dan Saran
2.5.1.
Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari praktikum pembuatan ikan peda adalah
sebagai berikut :
1.
Proses pembuatan ikan peda
yaitu penyiangan ikan, penyiapan wadah, proses penggaraman, fermentasi selama 2
hari, pengujian pH dan organoleptik, pencucuian dengan larutan garam 10%,
fermentasi selama 6 hari, pengujian pH dan organoleptik; dan
2.
Uji organoleptik ikan peda
fermentasi 2 hari pertama diperoleh selang kepercayaan sebesar 7,86 8,19 sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan tersebut layak dikonsumsi.
Uji organoleptik ikan peda fermentasi 6 hari diperoleh selang kepercayaan
sebesar 7,67 7,87 sehingga
dapat disimpulkan bahwa ikan tersebut layak dikonsumsi.
2.5.2.
Saran
Saran yang didapat dari praktikum pembuatan ikan peda adalah sebagai
berikut :
1.
Sebaiknya menggunakan ikan yang
masih segar, sehingga produk ikan peda yang dihasilkan lebih berkualitas.
2.
Sampel ikan yang digunakan
lebih beragam agar kita mengetahui hasil produk ikan peda dari berbagai jenis
ikan.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007.
Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Jakarta.
Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1989.
Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.
Desniar., Poernomo, D., Wijatur, W. 2009. Pengaruh Konsentrasi Garam pada Peda
Ikan Kembung (Rastrelliger sp.)
dengan Fermentasi Spontan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. [Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, Vol XII Nomor 1 Tahun 2009]. Diakses pada tanggal 28 November 2012.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid I. Liberty,
Yogyakarta.
Heruwati,
ES. 2002. Pengolahan Ikan Segar Tradisional: Prospek dan Peluang Pengembangan.
Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
Jakarta. [Jurnal Litbang Pertanian, 21 (3), 2002]. Diakses pada tanggal 28 November 2012.
Hudaya, S. 1983. Dasar-dasar Pengawetan 2. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta.
Rahayu, PW., Ma’oen, S., Suliantari., Fardiaz, S. 1992. Teknologi
Fermentasi Produk Perikanan. IPB, Bogor.
Santoso, I., I. Ganjar, R.D. Sari., and N.D. Sembiring. Xerophilic Moulds Isolated
from Salted and Unsalted Dried Fish from Traditional Markets in Jakarta.
Indonesia. Food and Nutrition Progres
6(2): 55-58.
Wijatur, W.
2007. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Mutu Ikan Peda Kembung (Rastrelliger sp.) selama Fermentasi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB, Bogor. [Skripsi]. Diakses pada
tanggal 28 November 2012.
Lampiran Materi Praktikum
Pembuatan Ikan Peda
Tabel .Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger
sp.)
Segar.
No
|
Paralis
|
Mata
|
Insang
|
Lendir
|
Daging
|
Bau
|
Tekstur
|
Xi
|
(-Xi)2
|
1.
|
I
|
7
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
7,83
|
0.0784
|
2.
|
II
|
8
|
8
|
9
|
8
|
8
|
9
|
8,33
|
0.0484
|
3.
|
III
|
8
|
8
|
9
|
8
|
8
|
8
|
8,17
|
0.0004
|
4.
|
IV
|
9
|
8
|
8
|
8
|
7
|
7
|
7,83
|
0.0184
|
5.
|
V
|
9
|
9
|
8
|
8
|
8
|
7
|
8,17
|
0.0004
|
6
|
VI
|
8
|
9
|
9
|
8
|
8
|
8
|
8,33
|
0,0484
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8,14
|
0,2544
|
S =
=
= 0,21
Selang kepercayaan pada tingkat kepercayaan 95 %
- . 1,96 + .1,96
8,14 - . 1,96 8,14 + - 1,96
8,14 - 0,17 8,14 + 0,17
7,94 8,28
Kesimpulan :
Dari
hasil uji organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.)
segar didapatkan selang kepercayaan
sebesar 7,94 8,28 pada tingkat
kepercayaan 95 % maka ikan tersebut
layak untuk dikonsumsi.
Tabel .Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) fermentasi 2 hari
No
|
Paralis
|
Kenampakan
|
Bau
|
Rasa
|
Jamur
|
Tekstur
|
Xi
|
(-Xi)2
|
1.
|
I
|
8
|
8
|
7
|
9
|
8
|
8
|
0,0009
|
2.
|
II
|
7
|
8
|
7
|
9
|
8
|
7,8
|
0.0529
|
3.
|
III
|
8
|
8
|
7
|
9
|
8
|
8
|
0,0009
|
4.
|
IV
|
9
|
8
|
8
|
9
|
8
|
8,4
|
0.1369
|
5.
|
V
|
8
|
8
|
7
|
9
|
9
|
8,2
|
0.0289
|
6
|
VI
|
7
|
8
|
7
|
9
|
8
|
7,8
|
0,0529
|
|
|
|
|
|
|
|
8,03
|
0,2734
|
S =
=
= 0,21
Selang kepercayaan pada tingkat kepercayaan 95 %
- . 1,96 + .1,96
8,03 - . 1,96 8,03 + - 1,96
8,03 – 0,168 8,03 + 0,168
7,86 8,198
Kesimpulan :
Dari
hasil uji organoleptik Ikan Kembung (Restrelliger sp) fermentasi 2 hari didapatkan selang kepercayaan
sebesar 7,86 8,198 pada
tingkat kepercayaan 95 % maka ikan tersebut
layak dikonsumsi.
Tabel .Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) fermentasi
4 hari
No
|
Paralis
|
Kenampakan
|
Bau
|
Rasa
|
Jamur
|
Tekstur
|
Xi
|
(-Xi)2
|
1.
|
I
|
8
|
7
|
7
|
9
|
7
|
7,6
|
0,04
|
2.
|
II
|
7
|
7
|
7
|
9
|
8
|
7,6
|
0,04
|
3.
|
III
|
8
|
8
|
7
|
9
|
8
|
8
|
0,04
|
4.
|
IV
|
9
|
7
|
8
|
9
|
8
|
8,2
|
0,16
|
5.
|
V
|
8
|
7
|
7
|
9
|
7
|
7,6
|
0,04
|
6
|
VI
|
7
|
8
|
7
|
9
|
8
|
7,8
|
0
|
|
|
|
|
|
|
|
7,8
|
0,32
|
S =
=
= 0,23
Selang kepercayaan pada tingkat kepercayaan 95 %
– . 1,96 + .1,96
7,8 – . 1,96 7,8 + . 1,96
7,8 – 0,18 7,8 + 0,18
7,62 7,98
Kesimpulan :
Dari
hasil uji organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.)
fermentasi 4 hari didapatkan selang
kepercayaan sebesar 7,62 7,98 pada tingkat
kepercayaan 95 % maka ikan tersebut layak dikonsumsi.
Tabel .Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) fermentasi 6 hari
No
|
Paralis
|
Kenampakan
|
Bau
|
Rasa
|
Jamur
|
Tekstur
|
Xi
|
(-Xi)2
|
1.
|
I
|
7
|
8
|
7
|
9
|
8
|
7,8
|
9.10-4
|
2.
|
II
|
7
|
8
|
7
|
9
|
8
|
7,8
|
9.10-4
|
3.
|
III
|
8
|
8
|
7
|
9
|
8
|
8
|
0,0529
|
4.
|
IV
|
7
|
8
|
7
|
9
|
8
|
7,8
|
9.10-4
|
5.
|
V
|
7
|
8
|
7
|
9
|
7
|
7,6
|
0,0289
|
6
|
VI
|
7
|
8
|
7
|
9
|
7
|
7,6
|
0,0289
|
|
|
|
|
|
|
|
7,77
|
0,1134
|
S =
=
= 0,13
Selang kepercayaan pada tingkat kepercayaan 95 %
- . 1,96 + .1,96
7,77 - . 1,96 7,77 + - 1,96
7,77 – 0,10 7,77 + 0,10
7,67 7,87
Kesimpulan :
Dari
hasil uji organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp) fermentasi 6 hari
didapatkan selang kepercayaan sebesar 7,67 7,87 pada
tingkat kepercayaan 95 % maka ikan tersebut
layak dikonsumsi.