Jumat, 28 Desember 2012



II.  IKAN PEDA

2.1.        Tujuan
Tujuan dari praktikum pembuatan Ikan Peda adalah sebagai berikut :
1.                  Untuk mengetahui proses pembuatan Ikan Peda; dan
2.                       Untuk mengetahui kualitas dari Ikan Peda dengan melakukan pengujian secara organoleptik.

2.2.        Tinjauan Pustaka
Menurut Desniar, dkk (2009), salah satu teknik pengolahan ikan secara tradisional adalah fermentasi. Peda adalah salah satu produk fermentasi yang tidak dikeringkan lebih lanjut, melainkan dibiarkan setengah basah, sehingga proses fermentasi tetap berlangsung. Umumnya proses fermentasi peda adalah fermentasi secara spontan, dimana dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk starter, tetapi mikroba yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya yang dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Fermentasi ikan secara spontan umumnya menggunakan garam dengan konsentrasi tinggi untuk menyeleksi mikroba tertentu dan menghambat pertumbuhan mikroba yang menyebabkan kebusukan sehingga hanya mikroba tahan garam yang hidup ditambahkan oleh Fardiaz (1992), sedangkan fermentasi tidak spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk kultur atau stater dimana mikroba tersebut akan berkembang biak dan aktif dalam mengubah bahan yang akan difermentasi menjadi produk yang diinginkan.
Menurut Adawyah (2007), peda merupakan produk fermentasi dengan bahan baku ikan. Cara pengolahan ikan peda sangat bervariasi. Walaupun demikian, pembuatan ikan peda mempunyai fermentasi penggunaan bahan tambahan garam dan dilakukan secara tradisional. Tahap-tahap pengolahan ikan peda antara lain adanya sortasi terhadap bahan baku, proses penggaraman, fermentasi, dan pematangan.
Menurut Hudaya (1983), fermentasi merupakan proses perubahan kimia dalam substrat organik oleh adanya biokatalisator yaitu enzim yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme tertentu. Tanpa adanya kontak antara mikroorganisme dengan substrat organik, fermentasi tidak mungkin terjadi. Akibat adanya kontak ini, maka dalam substrat terjadi perubahan sifat baik sifat fisik maupun sifat kimia. Perubahan tersebut antara lain terjadi perubahan penampakan dan citarasa. Perubahan sifat yang terjadi disebabkan adanya penguraian zat-zat yang terkandung di dalam substrat tersebut.
Menurut Rahayu, dkk (1992), fermentasi ikan dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu:
  1. Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya dalam pembuatan peda dan kecap ikan.
  2. Fermentasi menggunakan asam organik, misalnya dalam pembuatan silase dengan cara menambahkan garam-garam propionat dan formiat.
  3. Fermentasi dengan menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam pembuatan silase ikan menggunakan asam-asam kuat.
  4. Fermentasi menggunakan asam laktat misalnya dalam pembuatan bekasem dan chaoteri.
2.3.        Materi dan Metode
2.3.1.     Materi
a.  alat
Alat yang digunakan dalam materi praktikum pembuatan Ikan Peda adalah sebagai berikut :
Tabel      . Alat yang digunakan dalam Materi Praktikum Pembuatan Ikan Peda.
No.
Nama Alat
Ketelitian
Kegunaan
1.
Timbangan elektrik
0,001 gr
Untuk menimbang sampel
2.
Besek
-
Untuk tempat menyimpan sampel
3.
Piring plastik
-
Untuk wadah sampel
4.
Daun pisang kering
-
Untuk membungkus sampel
5.
Baskom
-
Untuk tempat membuat larutan garam
6.
pH meter
0,01
Untuk mengukur pH ikan
7.

8.
Scoresheet organoleptik
Plastik
-

-
Untuk menguji ikan secara organoleptik
Untuk alas besek

b.  bahan
Bahan yang digunakan dalam materi praktikum pembutan Ikan Peda adalah sebagai berikut :
Tabel      . Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Ikan Peda.
No
Nama Bahan
Jumlah
Kegunaan
1.
Ikan Kembung (Rastrelliger sp.)
99 gram
Sebagai sampel
2.
Garam
297 gram
Sebagai penambah rasa
3.
Aquadest
100 ml
Sebagai pelarut garam




2.3.2.     Metode
Ikan Kembung disiapkan dan ditimbang seberat 99 gram
saja

 
Metode yang digunakan dalam materi praktikum pembuatan Ikan Peda adalah sebagai berikut :
   


 













Gambar . Diagram Alur Proses Pembuatan Ikan Peda









2.4.        Hasil dan Pembahasan
2.4.1.     Hasil
Hasil yang diperoleh dalam materi praktikum adalah pembuatan Ikan Peda sebagai berikut :
Tabel  .Nilai pH Ikan Kembung (Rastrelliger sp.)
No
Perlakuan
Nilai pH
Berat
1.

2.
Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) setelah difermentasi selama 2 hari
Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) setelah difermentasi selama 6 hari
6,82

6,6
64 gr

63 gr

Tabel  .Hasil Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.)
No
Sampel
Selang Kepercayaan
Kesimpulan
1
Ikan Kembung
(Rastrelliger sp.) segar
7,94    8,28

layak untuk dikonsumsi
2
Ikan Kembung
(Rastrelliger sp.) fermentasi 2 hari
7,86    8,19

layak untuk dikonsumsi
3
Ikan Kembung
(Rastrelliger sp.) fermentasi 4 hari
7,62    7,98

layak untuk dikonsumsi
4
Ikan Kembung
(Restrelliger sp.) fermentasi 6 hari
7,67    7,87

layak untuk dikonsumsi

Tabel  .Hasil Deskripsi Ikan Kembung (Rasrelliger sp.) Selama Fermentasi
No
Perlakuan
Kenampakan
Warna
Tekstur
Aroma
1.
2.
Simpan 2 hari
Simpan 6 hari
Utuh
Utuh
Cerah
Cerah
Keras
Keras
Spesifik ikan peda
Spesifik ikan peda




2.4.2.     Pembahasan
              Peda merupakan salah satu produk fermentasi tradisional yang berbahan dasar hasil perikanan, ikan khususnya. Pengolahan fermentasi secara tradisional ini dimaksudkan untuk memanfaatkan hasil-hasil perikanan yang berlimpah jumlahnya. Menurut terminologi FAO dalam Heruwati (2002), ikan olahan tradisional, atau “cured fish” adalah produk yang diolah secara sederhana dan umumnya dilakukan pada skala industri rumah tangga. Jenis olahan yang termasuk produk olahan tradisional ini adalah ikan kering atau ikan asin kering, ikan pindang, ikan asap, serta produk fermentasi yaitu kecap, peda, terasi, dan sejenisnya.
Sampel yang digunakan pada praktikum materi pembuatan ikan peda adalah ikan Kembung (Restrelliger sp.). Sebelum dibuat menjadi ikan peda, ikan terlebih dahulu diuji organoleptik. Didapatkan nilai organoleptik dengan selang kepercayaan sebesar 7,94    8,28 sehingga ikan Kembung tersebut layak untuk dikonsumsi. Langkah selanjutnya dilakukan penyiangan, pada saat penyiangan hanya dibuang sirip-siripnya saja, isi perut tidak di buang karena di dalam isi perut terdapat enzim proteolitik yang terdapat dalam jaringan tubuh ikan terutama terdapat dalam saluran  pencernaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Adawyah (2007), yaitu enzim proteolitik yang terdapat dalam jaringan tubuh ikan terutama terdapat dalam saluran pencernaan, yaitu bagian pilorik caecum dan lender usus. Pada pembuatan peda apabila bagian-bagian tersebut dihilangkan maka kandungan enzim proteolitik dari jaringan ikan jauh berkurang dan yang banyak aktif adalah enzim dari aktivitas mikroba. Enzim proteolitik dari bakteri terutama dihasilkan oleh bakteri yang bersifat halofilik.
Setelah diuji organoleptik, ikan dicuci untuk menghilangkan sisa-sisa lendir dan darah yang dapat mengakibatkan pembusukan selama fermentasi. Setelah itu ikan diberi garam dengan perbandingan 3 : 1, yaitu 297 : 99.     Menurut Afrianto dan Liviawati (2005), penambahan garam yang digunakan berkisar antara 20-30 % dari berat total ikan yang diolah, bertujuan untuk mencegah penyusupan bakteri pembusuk atau lalat yang ingin bertelur. Secara garis besar, selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Ikan yang telah mengalami proses penggaraman sesuai dengan prinsip yang berlaku akan mempunyai daya simpan yang tinggi karena garam dapat berfungsi menghambat atau menghentikan sama sekali reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan.
Ikan peda setelah perlakuan penggaraman, disimpan dalam besek yang telah dilapisi plastik dan daun pisang selanjutnya dilakukan proses fermentasi selama 2 hari. Penggunaan besek untuk wadah fermentasi ini dapat mendukung berlangsungnya proses fermentasi karena besek memiliki pori-pori. Menurut Santoso (1999), keranjang atau besek terdapat pori-pori yang memungkinkan terjadinya sirkulasi udara yang baik. Dengan demikian, mikroba fermentasi dapat hidup dan beraktivitas dengan baik
Ikan yang telah difermentasi selama 2 hari tersebut selanjutnya dicuci dengan larutan garam 10%, dan ditiriskan. Tujuan dicuci dengan larutan garam yaitu untuk menghilangkan sisa-sisa garam yang terdapat pada ubuh ikan selama proses fermentasi berlangsung. Selanjutnya ikan ditimbang beratnya dan dilakukan uji pH. Hasil yang diperoleh dari penimbangan berat 2 ekor ikan yaitu sebesar 64 gram dan hasil yang diperoleh dari pengujian pH yaitu sebesar 6,82. Menurut Rahayu dalam Wijatur (2007), penurunan pH disebabkan oleh menumpuknya asam laktat dari penguraian glikogen (glikolisis). Penurunan pH dapat menekan aktivitas mikroba sehingga memperlambat proses pembusukan.
Secara garis besar, selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Ikan yang telah mengalami proses penggaraman sesuai dengan prinsip yang berlaku akan mempunyai daya simpan yang tinggi karena garam dapat berfungsi menghambat atau menghentikan sama sekali reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan. Menurut Hadiwiyoto (1993), bakteri yang tumbuh selama proses fermentasi adalah bakteri fakultatif anaerob, artinya bakteri tersebut selama pertumbuhannya tidak memerlukan adanya oksigen namun masih dapat bertoleransi apabila dalam pertumbuhannya masih terdapat sedikit oksigen.
Langkah selanjutnya setelah dilakukan fermentasi yaitu pengamatan ikan selama 6 hari kedepan. Hasil yang dipoleh yaitu ikan memiliki bau seperti ikan asin, teksur keras dan kering, kenampakan cerah dan warna daging kecoklatan, tidak terdapat jamur maupun kapang. Menurut Afrianto dan Liviawati (1989), Proses fermentasi yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dan proses autolisis oleh enzim-enzim pencernaan tetap berlangsung. Karena terjadi proses fermentasi dan autolisis pada daging ikan yang membentuk asam propionat, ikan peda yang dihasilkan beraroma khas. Ikan peda mempunyai rasa yang khusus yang sangat disukai oleh konsumen dan dagingnya berwarna kecoklat-coklatan akibat proses oksidasi terhadap lemak yang terdapat dalam tubuh ikan.
2.5.                 Kesimpulan dan Saran

2.5.1.           Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari praktikum pembuatan ikan peda adalah sebagai berikut :
1.                       Proses pembuatan ikan peda yaitu penyiangan ikan, penyiapan wadah, proses penggaraman, fermentasi selama 2 hari, pengujian pH dan organoleptik, pencucuian dengan larutan garam 10%, fermentasi selama 6 hari, pengujian pH dan organoleptik; dan
2.                       Uji organoleptik ikan peda fermentasi 2 hari pertama diperoleh selang kepercayaan sebesar 7,86    8,19 sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan tersebut layak dikonsumsi. Uji organoleptik ikan peda fermentasi 6 hari diperoleh selang kepercayaan sebesar 7,67    7,87 sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan tersebut layak dikonsumsi.
2.5.2.           Saran
Saran yang didapat dari praktikum pembuatan ikan peda adalah sebagai berikut :
1.                       Sebaiknya menggunakan ikan yang masih segar, sehingga produk ikan peda yang dihasilkan lebih berkualitas.
2.                       Sampel ikan yang digunakan lebih beragam agar kita mengetahui hasil produk ikan peda dari berbagai jenis ikan.




DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Jakarta.

Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Desniar.,  Poernomo, D., Wijatur, W.  2009. Pengaruh Konsentrasi Garam pada Peda Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) dengan Fermentasi Spontan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. [Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, Vol XII Nomor 1 Tahun 2009]. Diakses pada tanggal 28 November 2012.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid I. Liberty, Yogyakarta. 

Heruwati, ES. 2002. Pengolahan Ikan Segar Tradisional: Prospek dan Peluang Pengembangan. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta. [Jurnal Litbang Pertanian, 21 (3), 2002].  Diakses pada tanggal 28 November 2012.

Hudaya, S. 1983. Dasar-dasar Pengawetan 2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Rahayu, PW., Ma’oen, S., Suliantari., Fardiaz, S. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. IPB, Bogor.

Santoso, I., I. Ganjar, R.D. Sari., and N.D. Sembiring. Xerophilic Moulds Isolated from Salted and Unsalted Dried Fish from Traditional Markets in Jakarta. Indonesia. Food and Nutrition  Progres 6(2): 55-58.

Wijatur, W. 2007. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Mutu Ikan Peda Kembung (Rastrelliger sp.) selama Fermentasi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB, Bogor. [Skripsi]. Diakses pada tanggal 28 November 2012.





Lampiran      Materi Praktikum Pembuatan Ikan Peda

Tabel  .Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) Segar.
No
Paralis
Mata
Insang
Lendir
Daging
Bau
Tekstur
Xi
(-Xi)2
1.
I
7
8
8
8
8
8
7,83
0.0784
2.
II
8
8
9
8
8
9
8,33
0.0484
3.
III
8
8
9
8
8
8
8,17
0.0004
4.
IV
9
8
8
8
7
7
7,83
0.0184
5.
V
9
9
8
8
8
7
8,17
0.0004
6
VI
8
9
9
8
8
8
8,33
0,0484







8,14
0,2544

S    =
      =
      =  0,21

Selang kepercayaan pada tingkat kepercayaan 95 %
-  . 1,96    + .1,96
8,14 -  . 1,96    8,14 + -  1,96
8,14 - 0,17    8,14 + 0,17
7,94    8,28

Kesimpulan :
              Dari hasil uji organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) segar didapatkan selang kepercayaan sebesar 7,94    8,28 pada tingkat kepercayaan 95 % maka ikan tersebut  layak untuk dikonsumsi.







Tabel .Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) fermentasi 2 hari
No
Paralis
Kenampakan
Bau
Rasa
Jamur
Tekstur
Xi
(-Xi)2
1.
I
8
8
7
9
8
8
0,0009
2.
II
7
8
7
9
8
7,8
0.0529
3.
III
8
8
7
9
8
8
0,0009
4.
IV
9
8
8
9
8
8,4
0.1369
5.
V
8
8
7
9
9
8,2
0.0289
6
VI
7
8
7
9
8
7,8
0,0529






8,03
0,2734

S    =
      =
      =  0,21

Selang kepercayaan pada tingkat kepercayaan 95 %
-  . 1,96    + .1,96
8,03 -  . 1,96    8,03 + -  1,96
8,03 – 0,168    8,03 + 0,168
7,86    8,198

Kesimpulan :
      Dari hasil uji organoleptik Ikan Kembung (Restrelliger sp) fermentasi 2 hari didapatkan selang kepercayaan sebesar 7,86    8,198 pada tingkat kepercayaan 95 % maka ikan tersebut  layak dikonsumsi.









Tabel .Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) fermentasi 4 hari
No
Paralis
Kenampakan
Bau
Rasa
Jamur
Tekstur
Xi
(-Xi)2
1.
I
8
7
7
9
7
7,6
0,04
2.
II
7
7
7
9
8
7,6
0,04
3.
III
8
8
7
9
8
8
0,04
4.
IV
9
7
8
9
8
8,2
0,16
5.
V
8
7
7
9
7
7,6
0,04
6
VI
7
8
7
9
8
7,8
0






7,8
0,32

S    =
      =
      =  0,23

Selang kepercayaan pada tingkat kepercayaan 95 %
 . 1,96    + .1,96
7,8 –  . 1,96    7,8 +  . 1,96
7,8 – 0,18    7,8 + 0,18
7,62    7,98

Kesimpulan :
              Dari hasil uji organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) fermentasi 4 hari didapatkan selang kepercayaan sebesar 7,62    7,98 pada tingkat kepercayaan 95 % maka ikan tersebut layak dikonsumsi.






Tabel .Uji Organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) fermentasi 6 hari
No
Paralis
Kenampakan
Bau
Rasa
Jamur
Tekstur
Xi
(-Xi)2
1.
I
7
8
7
9
8
7,8
9.10-4
2.
II
7
8
7
9
8
7,8
9.10-4
3.
III
8
8
7
9
8
8
0,0529
4.
IV
7
8
7
9
8
7,8
9.10-4
5.
V
7
8
7
9
7
7,6
0,0289
6
VI
7
8
7
9
7
7,6
0,0289






7,77
0,1134

S    =
      =
      =  0,13

Selang kepercayaan pada tingkat kepercayaan 95 %
-  . 1,96    + .1,96
7,77 -  . 1,96    7,77 + -  1,96
7,77 – 0,10    7,77 + 0,10
7,67    7,87

Kesimpulan :
      Dari hasil uji organoleptik Ikan Kembung (Rastrelliger sp) fermentasi 6 hari didapatkan selang kepercayaan sebesar 7,67    7,87 pada tingkat kepercayaan 95 % maka ikan tersebut  layak dikonsumsi.